Jakarta, (LA) – Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI) menggelar Rapat Pimpinan (RAPIM) di Hotel Mercure, Jakarta, guna membahas dampak Reciprocal Tarif USA terhadap industri kreatif kerajinan Indonesia. Acara ini dihadiri jajaran pengurus pusat serta perwakilan dari 23 provinsi dan kabupaten/kota.
Transformasi Digital sebagai Solusi Utama
Ketua Umum ASEPHI, Muchsin Ridjan, menekankan pentingnya adaptasi industri kerajinan terhadap perkembangan teknologi digital di tengah tantangan global.
“Industri kerajinan harus mampu bertransformasi agar tetap relevan di era globalisasi, termasuk menghadapi kebijakan tarif impor AS yang berdampak signifikan,” tegasnya.
Dampak Kebijakan Reciprocal Tarif USA
Produk seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur/homedecor menjadi fokus perhatian karena pasar AS merupakan tujuan ekspor utama. Saat ini, tarif impor yang dikenakan mencapai 32%, dan pemerintah tengah bernegosiasi untuk menurunkannya hingga 10%.
Peran Pemerintah dalam Mendukung Industri Kerajinan
Direktur Pengembangan Ekspor Jasa dan Produk Kreatif Kementerian Perdagangan, Ari Satria, menjelaskan posisi tim negosiasi Indonesia di AS dan strategi menyeimbangkan neraca perdagangan.
“Kami optimis bahwa surplus ekspor Indonesia dapat dipertahankan dengan diversifikasi pasar dan peningkatan daya saing produk kerajinan,” ujarnya.
Catatan Penting RAPIM ASEPHI
- Optimisme dalam Menghadapi Tantangan
Sektor kerajinan yang padat karya dipandang sebagai potensi besar untuk terus tumbuh meskipun tantangan diversifikasi pasar tidak mudah. - Kolaborasi Strategis untuk Meningkatkan Ekspor
ASEPHI bersama Kemendag menargetkan ekspor kerajinan tembus di atas 1 miliar USD. Beberapa program andalan seperti business matching, Good Design untuk Pasar Jepang, dan IDDC akan dimaksimalkan. - Diversifikasi Pasar
Meski AS tetap menjadi pasar utama, ASEPHI mendorong pelaku kerajinan untuk menggarap pasar alternatif guna mengurangi ketergantungan.
Tantangan adalah Peluang