Jakarta, LiterasiAktual.com – Penggunaan Windows Defender sebagai antivirus utama di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 menuai kritik dari pakar keamanan siber. Pasalnya, sistem keamanan bawaan Windows tersebut dinilai tidak memadai untuk melindungi data sensitif negara dari serangan siber yang semakin canggih.
Kekhawatiran ini mencuat pasca serangan ransomware Brain Cipher yang melumpuhkan PDNS 2 pada 20 Juni 2024. Diketahui, Windows Defender berhasil dinonaktifkan oleh peretas sebelum mereka melancarkan aksinya.
“Heran, sekelas PDNS kok cuma pakai Windows Defender. Masa iya tidak mampu pakai antivirus lain yang lebih kuat?” ujar Alfons Tanujaya, pengamat keamanan siber dari Vaksincom, dikutip dari Tempo, Jumat (28/6/2024).
Alfons menambahkan, Windows Defender memang memiliki kemampuan dasar untuk menangkal malware. Namun, untuk infrastruktur sekelas PDNS, dibutuhkan solusi keamanan yang lebih komprehensif, seperti firewall dan sistem deteksi intrusi.
“Seharusnya ada keamanan berlapis,” tegas Alfons. “Apalagi sekarang serangan siber semakin canggih. Jangan sampai data-data penting negara bocor begitu saja.”
Senada dengan Alfons, pakar keamanan siber dari CISSReC, Budhi Suryanto, juga menyoroti minimnya proteksi tambahan di PDNS 2. Ia menilai, penggunaan Windows Defender saja tidak cukup untuk memastikan keamanan data.
“Setidaknya harus ada firewall dan antivirus lain,” kata Budhi. “Selain itu, perlu juga dilakukan audit keamanan secara berkala untuk mendeteksi celah keamanan yang mungkin ada.”