Jakarta (LA) – Kasus dugaan pemerasan di lingkungan akademis kembali mencuat, kali ini dilakukan oleh seorang dosen di fakultas kedokteran salah satu universitas ternama di Indonesia. Seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tbernama Risma (nama samaran) mengaku menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh dosen pembimbingnya sendiri.
Menurut informasi yang diterima, Risma menyatakan bahwa ia diminta untuk membayar Rp 40 juta per bulan kepada dosen pembimbingnya dengan dalih sebagai “biaya supervisi tambahan” dan “perlindungan” selama masa pendidikan. Risma yang merasa tertekan dan takut akan pelecehan lebih lanjut, terpaksa menuruti permintaan tersebut dalam beberapa bulan terakhir.
Kasus ini terungkap setelah Risma memberanikan diri melapor ke pihak kampus dengan harapan akan ada tindakan yang diambil untuk mengakhiri praktik tersebut. “Saya merasa sangat tertekan, namun akhirnya saya memutuskan untuk berbicara agar tidak ada lagi korban lain,” kata Risma dalam sebuah wawancara eksklusif dengan media.
Pihak universitas telah menerima laporan tersebut dan sedang melakukan investigasi internal mengenai kebenaran tuduhan tersebut. Seorang juru bicara universitas mengatakan bahwa mereka tidak mentolerir perilaku seperti itu dan berjanji untuk mengambil tindakan tegas jika tuduhan tersebut terbukti.
Sementara itu, polisi juga terlibat dalam penyelidikan untuk memastikan persidangan yang adil. Jika pelakunya terbukti bersalah, ia akan menghadapi sanksi berat baik secara akademis maupun pidana.
Kasus ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk dari rekan-rekan mahasiswa yang mengutuk pemerasan tersebut. Mereka meminta pihak kampus untuk lebih proaktif dalam melindungi mahasiswa dari segala bentuk pelecehan dan kekerasan di lingkungan akademik.
Kejadian ini menjadi peringatan serius bagi dunia pendidikan bahwa kekerasan dan pemerasan dalam bentuk apapun tidak boleh dibiarkan, terutama di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat belajar dan berkembang yang aman dan sehat.