Pekanbaru, Literasiaktual – 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional atau biasa disingkat dengan HARDIKNAS adalah hari nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk memperingati hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres RI Nomor 316 Tahun 1959.
Biografi
Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta dengan nama RM Soewardi Soerjaningrat (SS), putra GPH Soerjaningrat, atau cucu Sri Paku Alam III. Dari genealoginya Ia adalah keluarga bangsawan Pakualaman. Sebagai bangsawan Jawa, Ia mengenyam pendidikan ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah Rendah untuk Anak-anak Eropa, lalu mendapat kesempatan masuk STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) biasa disebut Sekolah Dokter Jawa. Namun karena kondisi kesehatannya sehingga dia tidak tamat dari sekolah ini.
Adapun profesi yang digelutinya adalah dunia jurnalisme yang berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu: Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik kaum bumiputra kepada penjajah. Tulisannya komunikatif, halus, mengena, tetapi keras. Jiwanya sebagai pendidik tertanam dalam sanubarinya direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa (1922) guna mendidik masyarakat bumiputra.
Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman ia memimiliki berkepribadian sangat sederhana dan sangat dekat dengan kawula (rakyat). Jiwanya menyatu lewat pendidikan dan budaya lokal (Jawa) guna menggapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial. Kekuatan-kekuatan inilah yang menjadi dasar dalam memperjuangkan kesatuan dan persamaan lewat nasionalisme kultural sampai dengan nasionalisme politik. Keteguhan hatinya untuk memperjuangkan nasionalisme Indonesia lewat pendidikan dilakukan dengan resistensi terhadap Undang-undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonnantie, 1932). Undang-undang yang membatasi gerak nasionalisme pendidikan Indonesia akhirnya dihapus oleh pemerintah kolonial. Perjuangannya di bidang politik dan pendidikan inilah kemudian pemerintah Republik Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan RI, mengangkatnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950).