Ia mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (1959). Kemudian Pemerintah RI mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional (1959). Meski perjuangannya belum selesai untuk mendidik putra bangsa, jelas beliau yang memelopori lahirnya pendidikan di Indonesia. Beliau wafat pada 26 April 1959 dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
Pemikiran Politik: Kemajuan dan Kesetaraan
Salah satu bagian penting politik kolonial yang dipertahankan di koloni adalah politik diskriminasi yang membedakan kedudukan dan peran antara penjajah dan terjajah. Diskriminasi itu dipertahankan untuk mendukung kedudukan dan peran sosial-politik kolonial yang menghegemoni semua bidang kehidupan kolonial. Pemerintah kolonial yang diidentifikasikan sebagai penguasa otomatis mempunyai kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada orang bumiputera baik secara material dan spiritual. Hal-hal inilah yang mendukung perasaan superioritas sebagai penjajah, pemerintah kolonial berhak mengatur inferoritas bumiputra.
Pemikiran politik yang dimaksud adalah usaha beliau untuk mendapatkan sesuatu yang oleh pemerintah kolonial dipertahankan. Oleh karena itu pemikiran politiknya dilakukan dengan multifaset, bukan hanya bidang politik melulu tetapi juga sosial dan kultural. Dari latar belakang kehidupan sosial-politik pikirannya jauh ke depan yaitu bagaimana caranya orang-orang bumiputra yang terpinggirkan ini mendapat kesempatan untuk mendapat kesetaraan secara sosial-politik dalam masyarakat kolonial. Memang secara tidak langsung di lingkungan Pakualaman sudah terbentuk cultuur-milieu berupa lingkungan kultur yang maju yang didukung oleh para elite Pakualaman