PEKANBARU, (LA) – Festival Pacu Jalur dari Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kembali mencuri perhatian dunia. Fenomena “aura farming” yang viral di media sosial menjadikan warisan budaya ini buah bibir hingga ke kancah internasional. Namun, bersamaan dengan meningkatnya eksposur global, muncul klaim sepihak dari netizen luar negeri yang menyebut Pacu Jalur berasal dari Malaysia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat, angkat bicara dan menegaskan bahwa Pacu Jalur adalah warisan budaya asli Indonesia, tepatnya dari masyarakat Kuansing, Riau.
“Ini adalah kebanggaan luar biasa bagi kami. Pacu Jalur diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan,” tegas Roni, Jumat (4/7/2025), yang dilansir dari laman Media Center Riau.
Viral Secara Global: Budaya Riau Menuju Panggung Dunia
Pacu Jalur tak lagi sekadar agenda lokal tahunan, tapi telah menjadi magnet budaya yang mendunia. Viralitas istilah “aura farming” dalam lomba ini membuat perhatian internasional tertuju pada tradisi lomba perahu raksasa sepanjang 40 meter yang dilombakan di sungai.
Roni menyebut, daya tarik universal Pacu Jalur menandakan bahwa budaya lokal memiliki kekuatan besar untuk menjadi ikon pariwisata global.
“Dari sisi pariwisata, ini luar biasa. Kami prediksi kunjungan wisata ke Kuansing dan Riau akan melonjak tajam,” ujar Roni.
Klaim Malaysia, Ditepis Fakta Sejarah
Terkait klaim dari sebagian pengguna media sosial yang menyebut Pacu Jalur berasal dari Malaysia, Dinas Pariwisata Riau memberi penegasan:
- Pacu Jalur diakui resmi oleh pemerintah Indonesia sejak lama,
- Berasal dari daerah Kuantan Singingi, Provinsi Riau,
- Memiliki catatan sejarah panjang sebagai tradisi masyarakat pedalaman Sungai Kuantan sejak abad ke-17.
“Kami memahami klaim seperti ini muncul karena kedekatan budaya dan geografis dengan Malaysia. Tapi sejarah dan fakta otentik tak bisa diputarbalikkan,” ucap Roni tegas.