Psikologi

Hari Kesehatan Mental Sedunia, 3,7% Masyarakat Indonesia Menderita Depresi

89
×

Hari Kesehatan Mental Sedunia, 3,7% Masyarakat Indonesia Menderita Depresi

Sebarkan artikel ini
Hari Kesehatan Mental Sedunia

LiterasiAktual.com –  Menurut situs web CE International, Childhood Education International akan merayakan Hari Kesehatan Mental Sedunia pada tanggal 10 Oktober dan bergabung dengan komunitas global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan.

Di CE International, kami percaya bahwa kesehatan fisik, mental, dan emosional anak-anak meningkatkan perkembangan mereka secara keseluruhan dan memungkinkan mereka untuk mencapai potensi penuh mereka. Kami juga percaya bahwa penting untuk mempromosikan kesejahteraan guru dan memastikan bahwa guru memiliki dukungan, struktur, dan sumber daya yang mereka butuhkan.

Advertisement
Scroll kebawah untuk baca berita

CE International berfokus pada pengembangan, pembelajaran dan pendidikan anak-anak dan pendidik, terutama mereka yang hidup dalam kondisi yang rapuh, komunitas yang kurang terlayani, krisis yang berkepanjangan, zona konflik, bencana alam, atau keadaan sulit lainnya seperti pengungsian, migrasi, dan pelarian.

Karena banyak anak mengalami trauma dalam situasi ini dan situasi lainnya, kami mendukung pendekatan berbasis trauma terhadap pendidikan dan mengambil pendekatan holistik untuk kesejahteraan anak-anak dan pendidik. Kami memiliki fokus yang kuat pada bidang ini dalam semua program dan proyek kami.

Bagaimana Keberadaan Kasus Kesehatan Mental di Indonesia?

Hari Kesehatan Mental Sedunia
Sumber : Databoks

Dilansir dari laman databoks, Kesehatan mental merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling umum dialami oleh banyak orang di seluruh dunia. Hal ini berdasarkan survei dari Ipsos Global yang berjudul Health Service Monitor 2023.

Survei tersebut menunjukkan bahwa 44% responden dari 31 negara di seluruh dunia menganggap kesehatan mental sebagai masalah kesehatan yang paling mengkhawatirkan. Kanker berada di urutan kedua dan merupakan masalah kesehatan terbesar bagi 40% responden.

Selain kesehatan mental, stres merupakan masalah kesehatan ketiga yang paling mengkhawatirkan, dengan 30% responden yang paling mengkhawatirkannya.

Ada juga yang lebih mengkhawatirkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan gaya hidup seperti obesitas, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, diabetes, dan penyalahgunaan alkohol.

Sebaliknya, proporsi responden yang menyoroti masalah kesehatan berupa penyakit jantung, Covid-19, efek merokok, demensia, penyakit menular seksual (PMS) dan superbug atau bakteri di rumah sakit lebih rendah.

Baca juga Mengalami Peningkatan, Angka Kasus Bullying di Indonesia Tembus 1000 Kasus

Berikut ini adalah 14 masalah kesehatan teratas yang menjadi perhatian responden global (Juli-Agustus 2023):

1. kesehatan mental: 44%
2. kanker: 40%
3. stres: 30%
4. obesitas: 25%
5. penyalahgunaan narkoba: 22
6. diabetes: 18
7. penyalahgunaan alkohol: 17
8. penyakit jantung: 15%
9. covid-19: 15
10. merokok: 12
11. demensia: 8%
12. Penyakit Menular Seksual (PMS): 4%
13. Bakteri di rumah sakit: 3%
14. masalah kesehatan lainnya: 2%

Ipsos juga menemukan bahwa 48% responden global menilai sistem kesehatan di negara mereka baik.
Singapura adalah negara dengan sistem kesehatan mental terbaik menurut 71% responden. Diikuti oleh Swiss (68%) dan Malaysia (66%).

Sebanyak 23.274 responden dewasa dari 31 negara ikut serta dalam survei Ipsos yang dilakukan pada tanggal 21 Juli hingga 4 Agustus 2023.

Di Indonesia dilansir dari laman databoks, responden berada dalam kelompok usia 21-74 tahun.

Hari Kesehatan Mental Sedunia
Sumber : who.int

Dilansir dari laman ourbetterworld, Sembilan juta orang Indonesia, atau 3,7% dari populasi, menderita depresi. Setiap jam ada satu orang yang bunuh diri di Indonesia. Angka 3,4 kasus bunuh diri per 100.000 orang di Indonesia yang mencengangkan ini dilaporkan oleh World Population Review.

Enam belas juta orang (6%) berusia 15 tahun ke atas menderita kecemasan atau depresi, dan sekitar 400.000 orang (1,72%) hidup dengan kondisi yang lebih parah seperti psikosis. Menurut laporan Kementerian Kesehatan tahun 2013, 57.000 di antaranya dipasung.

Sekitar 19 persen pemuda Indonesia memiliki keinginan untuk bunuh diri, dan 45 persen di antaranya mengaku pernah melukai diri sendiri.

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia (sekitar 270 juta jiwa), namun hanya memiliki sekitar 800 psikiater (0,3 psikiater per 100.000 penduduk), 450 psikolog, dan 48 fasilitas kesehatan jiwa.

Aksesibilitas layanan-layanan ini adalah sebuah masalah. Hampir setengah dari seluruh psikiater bekerja di Jakarta. Terdapat 34 provinsi di Indonesia, namun lebih dari setengah dari 48 fasilitas kesehatan jiwa hanya ada di empat provinsi. Yogyakarta adalah satu-satunya kota yang berhasil mengakomodasi seorang psikolog di seluruh 18 dinas kesehatan.

Baca juga Heboh Seorang Pelajar Di Bully Teman Sendiri, Risman : Pemerintah Harus Lebih Gercep Dalam Mensosialisasikan Bullying Kepada Pelajar

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menjadi sorotan dunia internasional karena pemasungan, yaitu praktik pemenjaraan dan pemasungan terhadap orang dengan masalah kesehatan jiwa sebagai sebuah pengobatan.

Lebih dari 57.00 orang Indonesia dengan gangguan psikososial telah dirantai atau diisolasi di dalam ruangan terkunci setidaknya sekali dalam hidup mereka. Meskipun pemerintah telah melarang pemasungan pada tahun 1977, keluarga, dukun dan institusi masih terus merantai orang dengan masalah kesehatan jiwa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pendidikan tentang kesehatan jiwa, karena beberapa orang masih melihat pemasungan sebagai cara untuk menegakkan keamanan dan melindungi dari perilaku yang “berbahaya”.

Dilansir dari laman ourbetterworld, Pada tahun 2016, Human Rights Watch menerbitkan sebuah laporan yang menunjukkan bahwa 18.000 orang Indonesia yang menunjukkan tanda-tanda masalah kesehatan jiwa masih dikurung di fasilitas kesehatan atau diborgol. Sejak saat itu, 5.200 orang dilaporkan telah dibebaskan. Namun, pada tahun 2017, 28,1% orang dengan masalah kesehatan jiwa masih ditemukan dikurung atau diborgol di dalam atau di dekat rumah mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *