Hukrim

PT TKWL diduga Bertahun-tahun Serobot Lahan Masyarakat, LP-KKI: Jangan Rampas Hak Rakyat

1564
×

PT TKWL diduga Bertahun-tahun Serobot Lahan Masyarakat, LP-KKI: Jangan Rampas Hak Rakyat

Sebarkan artikel ini
PT TKWL Serobot Lahan

Pekanbaru, Literasiaktual.com – Sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit PT Teguh Karsa Wanalestari (TKWL) di Kabupaten Siak, Riau, masih menjadi perhatian sejumlah pihak, termasuk Lembaga Pemantau Kebijakan dan Kriminalitas Indonesia (LP-KKI).

Lahan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) seluas 3.934 hektar yang diberikan negara sejak tahun 1992 kepada sejumlah warga transmigrasi kabupaten Siak, Provinsi Riau, hingga saat ini masih berkonflik agraria. PT TKWL dilaporkan telah merampas hak-hak masyarakat dengan berkedok HGU.

Advertisement
Scroll kebawah untuk baca berita

Belakangan, informasi mengenai ketegangan antara PT TKWL dan warga transmigrasi di Siak mendorong LP-KKI di Pekanbaru untuk melakukan investigasi.

“Kami baru saja menerima informasi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas klaim PT TKWL terhadap HPL warga transmigrasi seluas 3.940 hektare di Kabupaten Siak. Beberapa dokumen yang kami terima ternyata sah dan memiliki kekuatan hukum,” kata Feri.

“Jadi ini yang perlu kita dalami dulu, sebelum LP-KKI melangkah lebih jauh,” ujar Ketua LP-KKI, Feri Sibarani, SH, Kamis (20/7) di lobi salah satu hotel berbintang di Pekanbaru.

Seperti diketahui, warga transmigrasi yang tinggal di Kabupaten Siak mengaku sangat tertindas oleh korporasi PT TKWL, karena pihak korporasi mengklaim bahwa HPL yang diberikan negara dengan legitimasi kementerian terkait kepada warga transmigrasi, saat ini dikuasai oleh PT TKWL secara arogan, dengan menggunakan berbagai unsur kekuatan, termasuk kepolisian.

Bahkan sebelumnya, pihak PT TKWL yang kemudian dikonfirmasi kepada Alex, yang dikenal sebagai humas perusahaan, mengatakan pihaknya tidak merasa bersalah.

“Kami dari pihak perusahaan tidak merasa melanggar aturan yang berlaku, karena semua sudah sesuai dengan izin HGU yang diberikan pemerintah kepada PT TKWL seluas 7.094 hektar, dan PT TKWL juga selama ini taat membayar pajak kepada pemerintah,” tulisnya melalui WA.

“Yang benar luas lahan yang diberikan pemerintah kepada PT TKWL adalah 7.094 ha, dan semua perizinan PT TKWL sudah lengkap, kalau mau silahkan tanyakan perizinan kami ke Dinas terkait,” tulis Alex saat mengkonfirmasi hal ini.

Dari keterangan pihak yang dirugikan atau sebagai salah satu ketua kelompok tani di kawasan transmigrasi HPL, dan hasil analisis sementara terhadap sejumlah dokumen legalitas transmigrasi, muncul beberapa isu kunci yang menjadi penyebab munculnya permasalahan.

Pertama, diduga BPN Siak dan BPN Provinsi Riau telah lalai dalam menerbitkan HGU (Hak Guna Usaha) PT TKWL di areal HPL milik warga transmigrasi di Kabupaten Siak yang sudah sah secara hukum, sehingga menimbulkan konflik berlarut-larut terkait klaim kepemilikan lahan antara warga transmigrasi dengan PT TKWL.

Kedua, diketahui, berdasarkan sumber dari masyarakat, bahwa terdapat upaya penetapan ulang batas HGU PT TKWL, pada tahun 2006 oleh BPN Siak, sementara perusahaan telah memperoleh HGU pada thun 1998, yang berarti HGU tersebut belum habis masa berlakunya, mengingat masa berlaku setiap HGU adalah 35 tahun, di mana perpanjangan atau pembaharuannya dapat dilakukan setelah masa berlaku HGU tersebut habis. Sehingga perubahan batas atau rekonstruksi ulang batas HGU PT TKWL pada tahun 2006 merupakan suatu kejanggalan.

Ketiga, diketahui pula bahwa PT TKWL setelah menerima HGU pada tahun 1998, ternyata tidak melakukan kegiatan apapun di atas tanah HGU tersebut sampai dengan tahun 2006 atau sekitar 8 (Delapan) tahun, atau dalam bahasa hukum disebut sebagai tindakan penelantaran HGU, yang menurut hukum berdampak pada pembatalan HGU oleh negara dan mengembalikan konsesi tersebut menjadi tanah negara yang kemudian diberikan kepada masyarakat.

Keempat, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun redaksi Aktualdetik.com, diketahui bahwa luas HGU PT Teguh Karsa Wahana Lestari (PT TKWL) berdasarkan izin SK No 19/HGU/BPN/98 dengan nama pemegang HGU PT Teguh Karsa Wahana Lestari tercatat seluas 6.998,88 hektar. Namun, hasil konfirmasi tertulis melalui pesan elektronik kepada pihak PT TKWL, yakni Humas Alex, menyebutkan luas HGU PT TKWL adalah 7.094 hektar. Ini berarti ada selisih tambahan seluas 95 hektar.

Kelima, berdasarkan informasi yang diperoleh kemudian, terungkap pada September 2004, BPN Perwakilan Provinsi Riau memproses pencabutan HGU PT TKWL dengan alasan HGU tersebut dikategorikan terlantar. Anehnya, HGU PT TKWL hingga kini masih diklaim sebagai haknya.

Keenam, bahwa Bupati Siak (2003) dan Dinas Perkebunan Provinsi Riau (2004), telah mengeluarkan rekomendasi pencabutan HGU PT TKWL dengan alasan yang sama, yaitu HGU terlantar.

Baca juga: Resmi Deklarasi, LP-KKI hadir untuk masyarakat Indonesia

Informasi ini ditanggapi oleh sebuah organisasi masyarakat yang menamakan dirinya Lembaga Pemantau Kebijakan dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI) di Pekanbaru. Menurut presiden LP-KKI Feri Sibarani, SH, ketika dimintai pendapatnya mengenai permasalahan tanah antara PT TKWL dengan warga transmigrasi Kabupaten Siak, Feri mengatakan pihaknya mencium adanya kejahatan mafia tanah yang bermain secara rapi, terstruktur dan terorganisir.

“Jika semua pernyataan tersebut benar, dan didukung dengan data-data yang valid dan tidak bohong, yang disebut-sebut proses pencabutan HGU PT TKWL oleh BPN Riau, dan juga didukung oleh Bupati Siak, dinas perkebunan provinsi Riau untuk dicabut, dengan alasan penelantaran, maka saya justru cukup bingung, kenapa sampai saat ini HGU perusahaan tersebut belum juga dicabut”. Tanya Feri Heran.

Bahkan Feri Sibarani mengatakan, banyak keanehan dalam persoalan PT TKWL dengan warga transmigrasi di kabupaten Siak. Lanjutnya, dari sisi proses pemberian HGU pada tahun 1998, sudah ada persoalan hukum, yaitu tindakan Bupati Siak, dan gubernur Riau serta BPN yang meloloskan HGU PT TKWL du HPL untuk warga transmigrasi di Siak. Kemudian, katanya, kemungkinan hal ini juga terjadi karena ego sektoral para pengambil kebijakan pada saat itu, sehingga menyebabkan terbitnya HGU di atas hak-hak pihak lain.

“Ada dua irisan yang perlu diperhatikan. Pertama, ketika HGU diberikan pada tahun 1998, seharusnya tidak dilakukan di areal yang sama, yaitu di atas HPL warga transmigrasi seluas 3.934 hektar. Kedua, HGU PT TKWL jelas melanggar ketentuan hukum, yaitu menjadi tanah terlantar tidak kurang dari 8 tahun, dan sudah diperingatkan sesuai aturan, namun tidak digubris. Seharusnya HGU tersebut tidak boleh ada lagi, karena demi keamanan hukum dan keadilan di masyarakat, demi hukum sudah dicabut, kenapa masih ada lagi.” Lanjut Feri.

Diketahui pada tahun 2006 pernah dilakukan rekonstruksi ulang batas-batas HGU PT TKWL, LP-KKI menduga hal tersebut merupakan modus operandi “Kejahatan” untuk mempertahankan HGU-nya meskipun telah melanggar aturan yang berlaku.

“Proses pencabutan sudah berjalan pada tahun 2004 di Kanwil BPN Riau, nah, kok baru tahun 2006 ada pengukuran ulang tapal batas? Ini modus operandi Mafia Tanah yang ada kaitannya dengan BPN seperti yang sudah berkali-kali terjadi di Indonesia, bahkan Kepala Kanwil BPN Riau pun ada di dalamnya saat ini, kan?” pungkas Feri Sibarani.

Anehnya, pihak PT TKWL yang dikonfirmasi dalam berita ini melalui nomor WA Alex selaku Humas, namun hingga berita ini diturunkan, Alex yang sepertinya sudah membaca konfirmasi elektronik di akun WA-nya, belum memberikan respon hingga saat ini.

Feri Sibarani menyarankan agar pihak yang merasa dirugikan untuk menyusun berkas lengkap dan menyerahkannya kepada Menkopolhukam, Prof Mahfud MD di Jakarta. Sebab, menurutnya, aparat penegak hukum di daerah sudah tidak lagi mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Terakhir, ia juga berharap agar menteri ATR/BPN menanggapi isu penindasan terhadap masyarakat oleh mafia tanah yang beberapa hari lalu sempat mengatakan bahwa provinsi Riau menjadi yang terdepan dalam kasus mafia tanah.