KUANTAN SINGINGI, (LA) – Festival budaya akbar Pacu Jalur kembali hadir dan menjadi momen yang paling dinanti masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Setiap tahunnya, ribuan pasang mata tumpah ruah di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, untuk menyaksikan jalannya lomba dayung tradisional yang sarat sejarah dan nilai gotong royong masyarakat Melayu Riau ini.
Tak hanya warga lokal, Pacu Jalur Kuansing juga rutin menyedot perhatian wisatawan dari berbagai daerah, bahkan mancanegara. Sorak sorai pendukung jalur—sebutan untuk perahu tradisional yang berlaga—menjadi magnet tersendiri yang memperkuat citra Kuansing sebagai ikon budaya Riau.
Namun sayangnya, tidak semua masyarakat bisa hadir secara langsung. Banyak pekerja, khususnya karyawan swasta, terkendala aturan jam kerja perusahaan. Hal ini kerap menimbulkan dilema, terutama saat memasuki babak final yang menjadi puncak penantian masyarakat.
Karena itu, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Kuansing mengimbau perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut untuk memberikan kompensasi waktu kerja atau keringanan bagi karyawan selama event Pacu Jalur 2025 berlangsung, yakni pada 20 hingga 24 Agustus mendatang.
Imbauan FSPMI Kuansing
Ketua FSPMI Kuansing, Jon Hendri, menegaskan pentingnya dukungan perusahaan dalam menjaga harmoni antara produktivitas kerja dan partisipasi masyarakat pada tradisi daerah.
“Final Pacu Jalur tanggal 24 Agustus itu sangat dinanti masyarakat. Kami mengajak manajemen perusahaan untuk memberi kesempatan pekerja agar bisa menyaksikan atau terlibat langsung, baik melalui pengaturan jam kerja yang fleksibel maupun pemberian waktu istirahat tambahan,” ujarnya, Jumat (15/8/2025).
Menurut Jon Hendri, ajakan ini bukan tanpa dasar. Regulasi ketenagakerjaan memberikan ruang fleksibilitas bagi pengusaha dan pekerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 77 ayat (2), mengatur tentang waktu kerja, sementara Pasal 79 ayat (2) huruf b menegaskan pemberian waktu istirahat panjang atau hari libur tertentu dapat diatur lebih lanjut berdasarkan kesepakatan bersama.
“Kami berharap perusahaan di Kuansing bisa menyesuaikan jadwal kerja khusus di hari final Pacu Jalur. Apalagi acaranya jatuh pada hari Ahad, di mana banyak pekerja yang ingin hadir memberikan dukungan penuh bagi tim jalur kebanggaan daerah masing-masing,” tambahnya.
Bentuk Kompensasi yang Bisa Diberikan
Jon Hendri menjelaskan bahwa kompensasi tidak selalu berbentuk cuti penuh, melainkan bisa berupa:
- Penyesuaian jam masuk atau pulang kerja.
- Pembagian shift yang lebih fleksibel.
- Pemberian cuti harian yang diatur secara musyawarah.
Kebijakan seperti ini, kata Jon Hendri, tidak hanya sejalan dengan aturan perundang-undangan, tetapi juga memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap kearifan lokal.
Hal itu merujuk pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan, yang menegaskan bahwa pengaturan waktu kerja tidak boleh mengurangi hak normatif pekerja. Artinya, perusahaan masih bisa tetap menjaga operasional tanpa mengorbankan hak-hak karyawan.
Pacu Jalur sebagai Identitas Budaya Kuansing
Festival Pacu Jalur bukan sekadar perlombaan dayung. Ia adalah identitas budaya masyarakat Kuansing yang diwariskan turun-temurun sejak abad ke-17. Selain sebagai hiburan rakyat, event ini juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, pariwisata, UMKM, hingga memperkuat rasa persatuan di tengah keberagaman.
Dengan memberi ruang bagi pekerja untuk ikut serta, perusahaan sesungguhnya sedang berkontribusi dalam melestarikan tradisi yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Pacu Jalur ini bukan hanya milik masyarakat Kuansing, tapi milik kita semua. Dukungan perusahaan akan sangat berarti bagi pekerja dan juga bagi kelestarian budaya daerah,” tutup Jon Hendri.