Tangerang, (LA) – Pemasangan pagar laut sepanjang ±30 kilometer di Pantai Utara Kabupaten Tangerang menuai polemik. Warga Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, mengaku resah dengan proyek ini, meskipun sebagian dari mereka turut dilibatkan sebagai tenaga kerja dengan bayaran harian. Proyek yang diklaim sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) ini menimbulkan pertanyaan mengenai tujuannya dan dampaknya terhadap masyarakat serta lingkungan sekitar.
Pengakuan Warga: Upah Pemasangan Pagar Laut
Heru, seorang nelayan dari Pulau Cangkir, mengungkapkan bahwa pemasangan pagar laut ini bukanlah kerja sukarela. Para pekerja mendapatkan bayaran harian yang bervariasi, tergantung waktu kerja.
“Ada upahnya. Saya pernah ditawari RT setempat, standar di Pantura sehari Rp125 ribu, tapi kalau kerja malam beda,” ujar Heru.
Heru juga menceritakan bahwa proses pemasangan pagar laut sudah berlangsung selama tiga bulan, dengan material berupa bambu yang diangkut menggunakan truk dan kapal. “Setiap hari, ada sekitar 10 orang yang memasang pagar dengan material tambahan seperti karung pasir dan paranet,” tambahnya.
Tujuan Pagar Laut: Pengurugan atau Infrastruktur?
Warga setempat mempertanyakan tujuan pemasangan pagar laut tersebut. Menurut Heru, pihak terkait tidak memberikan informasi jelas.
“Ada yang bilang untuk pengurugan, ada juga yang bilang bikin jembatan layang. Tapi kalau dilihat, polanya seperti tambak, jadi saya menduga ini untuk pengurugan,” kata Heru.
Penolakan Warga Pulau Cangkir