“Petugas kesehatan harus berjalan kaki melewati perbukitan dan sungai untuk mencapai lokasi. Selain itu, rendahnya jumlah warga Baduy yang memiliki KTP menghambat usulan jaminan kesehatan mereka,” ungkap Budhi.
Dari 13 ribu penduduk Baduy, hanya sekitar 9 ribu yang memiliki KTP, sehingga tingkat penerima jaminan kesehatan hanya mencapai 30%. Padahal, menurut Budhi, Kementerian Kesehatan siap menjamin kesehatan warga Baduy jika data kependudukan mereka lengkap.
Tantangan Pembangunan Fasilitas Kesehatan
Pembangunan fasilitas kesehatan di wilayah Baduy juga menghadapi kendala. Jika fasilitas dibangun di Binong Raya, cakupannya hanya akan melayani satu kampung, yang dinilai kurang efisien untuk jumlah penduduk kurang dari 20 ribu jiwa.
“Maka perlu program khusus dan fasilitas yang lebih terintegrasi untuk masyarakat adat seperti Baduy,” kata Budhi.
Penyakit Dominan dan Masalah Stunting
Frambusia atau gatal kulit menjadi penyakit dominan yang ditemukan di masyarakat Baduy. Selain itu, tingkat stunting di wilayah ini juga tinggi jika mengacu pada standar tinggi badan. Namun, secara kecerdasan, anak-anak yang mengalami stunting tetap dinilai dalam kategori normal.
Harapan untuk Masa Depan
Tokoh masyarakat Baduy Dalam, Ayah Mursid, berharap pemerintah lebih aktif membantu menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai. “Kami sangat berharap ada program yang mempermudah akses kesehatan untuk masyarakat adat seperti kami,” ujarnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh Gerakan Mandalawangi Peduli ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antara masyarakat, organisasi sosial, dan pemerintah dapat menjangkau kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus. Semangat ini diharapkan terus berlanjut untuk menciptakan layanan kesehatan yang inklusif bagi semua lapisan masyarakat. (*)