Tibalah seluruh peserta dan tim produksi Teater Rumah Mata Medan di Desa Dokan tempat rumah-rumah adat Karo berdiri tegak menjulang tinggi dengan usianya yang telah mencapai ratusan tahun. Lalu kami bermalam di desa Dokan sambil bersilaturahmi dengan masyarakat Desa Budaya Dokan. Esok pagi nya kami menyempatkan melakukan workshop bedah karya yang disampaikan oleh S. Metron Masdison (Padang) sebagai penulis naskah dengan moderator Syamsul Fajri(Lombok).
Sepanjang workshop bedah naskah Tendi Karo Vulkano yang kemudian dijadikan judul The Last Sira sebagai saripati pencarian garam terakhir oleh orang-orang Karo, peserta semakin tercerahkan, dengan pembahasan dua materi sebelumnya yang telah dibahas oleh bapak Jonathan Tarigan dan Bapak Julianus Limbeng.
Maka pemadatan materi yang diterima oleh seluruh peserta semakin menguatkan materi naskah The Last Sira. Setelah workshop seluruh peserta kembali ke penginapan di Dokan, Dalam memanfaatkan waktu dan menikmati dingin nya desa Dokan sebagai peserta seperti saya mulai dipercayakan menjadi salah satu pemeran utama yaitu Sira, dan Lestari, Sri Sultan Suharto Saragih sebagai penari Landek Karo. Besok hari nya tiga orang peserta residensi mencoba memvisualkan materi di coffee tower di tikungan puncak Tongging sambil menikmati tepian danau Toba.
Keesokan hari nya kami bergerak ke puncak 2000 desa Siosar, tempat relokasi masyarakat kaki Sinabung yang terkena erupsi Gunung Merapi Sinabung. Dingin di Siosar lebih dingin dari tempat sebelumnya yang kami kunjungi, 17° C sangat menusuk tulang, namun kami tetap harus bersilaturahmi kepada masyarakat desa Siosar sembari menghibur mereka dengan sebuah tampilan pertunjukan penggalan berjudul The Last Sira.