Opini

Orang Melayu Rempang Pasti Melawan

412
×

Orang Melayu Rempang Pasti Melawan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Mohd. Yusuf Daeng. M. S.H., M.H., Ph.D

Melayu Rempang Pasti Melawan

LiterasiAktual.com

Pekanbaru – Saya Dr. H. Mohd. Yusuf Daeng M. S.H., M.H. Saya bicara kapasitas pribadi karena mantan ketua KKSS Riau di Kepulauan Riau yang terakhir sebelum berpisah Riau dan Kepulauan Riau sekitar tahun 2004. Pidato saya terakhir di gedung Sport Center Batam antara pemisahan KKSS Provinsi Riau dengan Provinsi Kepulauan Riau.

Advertisement
Scroll kebawah untuk baca berita

Dari pada proses pemekaran menjadi Provinsi Kepulauan Riau. Saya juga menulis buku Bugis di Semenanjung Melayu, buku ini saya tulis pada tahun 2008 sekitar 15 Tahun yang lalu dan kita ingin melihat bagaimana perkembangan hukum mengenai kasus Rempang. Isu ini menjadi isu hukum baik internasional maupun nasional kita lihat karena menyangkut soal etnis suku melayu. Kondisi ini kita sangat prihatin, maka melihat kebelakang sejarah ini dilihat bahwa Bugis tidak bisa dipisahkan dengan orang melayu.

Ketika pada tahun 2004 saya berkunjung ke Leiden University, banyak sekali buku yang saya baca tentang bugis karya-karya nasional maupun internasional dan narasumber itu bahwa dimana-mana pesisir pantai semenanjung melayu bisa dipastikan bahwa ada orang bugis. Maka orang bugis ini tidak lah menjadi sekedar satu menambah populasi penduduk tetapi punya peranan penting didalam keberadaan kerajaan-kerajaan melayu dimasa lalu khusus nya di Riau. Kalau kita lihat bagaimana peranan orang-orang bugis membantu kerajaan-kerajaan di Kepulauan Riau di Penyengat, Johor, Selangor dan Indragiri dan seterusnya. Maka, dua pertautan ini Puak-Puak Melayu dan Puak Bugis dalam sumpahnya “bugis tersakiti melayu sakit, melayu tersakiti bugis pun sakit”.

Bahwa konteks ini kita lihat dari ratusan tahun yang lalu puak-puak seperti ini tidak bisa lagi di buat satu terpisah tapi adalah puak yang menjadi satu. Tertautan bugis dengan melayu. Kasus rempang kita lihat ini sudah berlanjut pada ekses lain tidak lagi menyangkut suatu hal sengketa tanah, pengosongan lahan, investor ingin membangun suatu industri yang besar kemudian bagaimana peraturan pemerintah, bagaimana surat-surat terdahulu menguasai. Sekarang menjadi persoalan kriminil, persoalan ini tidak lepas dari pada adanya marwah. Bagaimana marwah itu, inilah marwah orang melayu tidak lagi berpikir masalah hal-hal yang lain tapi dia merasa terusik dikampungnya sendiri, dia merasa pendatang dikampungnya sendiri, dan merasa asing dinegerinya sendiri sehingga kondisi-kondisi seperti ini suka tidak suka adalah memberikan perlawanan.

Perlawanan fisik sudah dilakukan sebagaimana kita saksikan diberbagai media tetapi kita ingin melihat bahwa perlawanan bisa dilakukan dengan cara melalui jalur hukum maka kami atau saya pribadi saya menawarkan diri untuk bisa berperan untuk masuk di tim atau di sektor hukum ini maupun sektor-sektor lain sebab persoalan ini adalah persoalan hukum tidak bisa kita biarkan seperti itu.

Kalau kita melihat komentar bahwa itu adalah kawasan area kosong setiap kosong dalam Undang-undang Agraria tanah dikuasai oleh negara. Persepsi seperti ini kan berkembang padahal negeri ini sudah dikuasai ratusan tahun berada di bumi pesisir pantai, pesisir laut, menandakan bahwa dari sejak dulu pada satu intraksi ekonomi yang terjadi di daerah itu.

Maka, saya berpendapat bahwa kasus seperti ini lebih mantap, lebih bagus, lebih elok jika dibawa ke arena hukum. Sambil itu negosiasi berjalan, pendekatan berjalan, sehingga memperkecil kemungkinan untuk pertumpahan darah dan memperkecil kemungkinan menimbulkan benih-benih yang menjadi persoalan dan sejarah pahit. Maka, kedua belah pihak mungkin dapat kita ajak supaya bisa menahan diri dan pemerintah kabupaten, provinsi di Kepulauan Riau dengan bijak mengkedapankan secara humanis bahwa rasa kemanusiaan lebih penting dari segalanya, faktor ekonomi itu juga penting tetapi jika hal masalah peradaban masalah budaya terinjak-injak saya kira lebih bermarwah budaya itu dari pada ekonomi.

Ekonomi bisa saja kapan dibangun tetapi marwah budaya itu akan dikenang oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Maka sekali lagi saya sangat berharap kami berperan tentu dari segi aspek hukum sebagai lawyer dan buku saya ini banyak menceritakan tentang bagaimana orang-orang bugis di semenanjung melayu Inhil, tentu masalah tengku sulong lebih dominan. Bagaimana gambaran tengku sulong adalah gambaran-gambaran secara keseluruhan bahwa orang bugis dimana pun kerajaan-kerajaannya, semenanjung melayu punya peran yang cukup banyak.

Dan lihat juga sejarah yang diukir yang dibuat adalah Raja Haji, Raja Ali Haji dari 5 Opu Daeng Marewa di dalam membangun simbol-simbol negara, simbol-simbol bahasa indonesia dalam cikal bakal dari bahasa melayu yang dibuat dari keturunan keturunan maupuh daeng celak, daeng marewah, daeng menambung, daeng kemasok maka hari ini jika tidak bisa memejamkan mata tapi kita harus membuka mata apa yang terjadi pada saudara-saudara kita orang melayu di Rempang khususnya di Kepulauan Riau.

Terimakasih Yusuf Daeng