
Mula-mula Chairil Anwar sekolah di Hollandsch lnlandsche School (H.l.S) di Medan, kemudian melanjutkan ke MULO, juga di Medan, tetapi baru sampai kelas dua ia keluar dan pergi ke Jakarta yang waktu itu masih disebut Batavia. Chairil yang sudah remaja bergaul dengan siapa saja, hampir semua orang dikenalnya. Dia seorang yang besar rasa sosialnya dan tidak sombong walaupun sebenarnya ia seorang yang angkuh dan merasa dirinya hebat. la memandang semua manusia sama derajatnya. Sejak di HIS ia telah gemar membaca. Chairil menguasai bahasa Belanda dengan baik. Setiap liburan Chairil pulang ke rumah orang tuanya di Pangkalan Brandan. Suatu ketika Chairil pernah membacakan ibunya satu bagian dari buku “Layar Terkembang” karangan Sutan Takdir Alisyahbana dengan keras, sehingga kedengaran polisi. Karenanya polisi datang dan membawa Chairil ke Kantor Palisi untuk diperiksa, tentang macam-macam hal seperti filsafat, politik, kesusasteraan, agama, dan lain-lainnya. Kesukaannya yang lain ialah bergunjing.
Pelopor Angkatan 45
Pada zaman pemerintahan Jepang di Indonesia akibat penggunaan bahasa Belanda dan lnggris dilarang oleh Jepang, makanya bahasa Indonesia semakin intensif dipergunakan, sehingga sastra Indonesia semakin berkembang. Para seniman dikumpulkan dalam Pusat Kebudayaan, supaya bekerja untuk kepentingan Jepang. Di sinilah kemudian muncul seorang pemuda bernama Chairil Anwar yang tidak setuju dengan maksud Jepang tersebut. Seperti Angkatan Pujangga Baru yang mengadakan pembaharuan atas Angkatan Balai Pustaka, maka Chairil Anwar menghendaki pembaharuan atas Angkatan Pujangga Baru yang dianggap telah tidak sesuai dengan situasi zamannya. Angkatan Chairil Anwar ini kemudian disebut Angkatan 45. Adapun tokoh-tokoh Angkatan 45, di samping Chairil Anwar, antara lain terdapat Asrul Sani, ldrus, Rivai Apin, dan lain-lain.