“Sebagai penyintas tsunami, film ini membangkitkan semangat untuk bangkit dari keterpurukan. Sayangnya, saya baru menyaksikan film ini sekarang,” katanya.
Sementara Nuga, mahasiswa lainnya, menilai film ini memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya menjaga kesenian sebagai bagian dari peradaban.
“Film ini memberi pesan bahwa ketika bencana datang, yang hancur bukan hanya bangunan, tapi juga kebudayaan yang bisa hilang bersama para pelakunya,” ujarnya.
Seni sebagai Ruang Pembelajaran
Koordinator Program Studi Seni Teater ISBI Aceh menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari sistem pembelajaran Outcome-Based Education (OBE) yang diterapkan di kampus seni tersebut.
“Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga melalui pengalaman langsung bersama para praktisi. Selain pemutaran film, kami juga menyiapkan kelas bersama praktisi dan Workshop Tata Kelola Seni bertaraf Internasional,” ungkapnya.
Menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi ruang penting bagi mahasiswa untuk memahami bagaimana seni, ilmu, dan data dapat berkelindan melalui medium film dokumenter. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya wawasan artistik, tetapi juga memperkuat kesadaran riset dan etika produksi dalam dunia seni pertunjukan.
Film Sebagai Ingatan Kolektif
Pemutaran film The Tsunami Song di ISBI Aceh menjadi momentum reflektif bagi publik Aceh. Melalui film, peserta diajak untuk melihat bahwa seni tidak sekadar hiburan, tetapi juga dokumen sosial dan ingatan kolektif tentang peristiwa kemanusiaan.