Bulungan.Kaltara(LA) — Langit sore yang mendung seakan ikut menyimak ketika suara lantang Joko Supriyadi menggema dari atas panggung rakyat. Bukan panggung megah berhiaskan lampu sorot dan protokoler. Panggung itu sederhana, dibangun dari papan seadanya, tapi dari situlah gema perlawanan memancar.
Joko Supriyadi, aktivis akar rumput yang dikenal sebagai “Belalang Buana”julukan bagi mereka yang telah menapaki berbagai penjuru negerikembali berdiri, bukan sebagai pejabat atau elite, tapi sebagai anak kandung tanah ini. Ia telah menyaksikan langsung penderitaan dari kampung ke kota, dari gunung ke pesisir. Ia menyimpan luka, menyuarakan harapan, dan menyulut keberanian.
Kini, sebagai Ketua Forum Intelektual Kaltara, Joko mengajak rakyat untuk bangkit. “Buruh tidak bisa jalan sendiri. Petani tidak bisa berjuang sendiri. Mahasiswa tidak bisa berteriak sendiri. Perempuan, komunitas adat, rakyat miskin kota semua harus menyatu dalam satu barisan perlawanan!” serunya lantang.
“Kenapa harus kolaborasi?” tanyanya, lalu dijawab sendiri dengan keyakinan membara. “Karena yang berjalan sendiri akan jatuh sendiri. Tapi yang bergerak bersama, akan menciptakan gelombang perlawanan yang tak bisa dibendung!”
Di hadapannya berdiri para buruh yang wajahnya berdebu, para petani dengan tangan keras dan pecah-pecah, mahasiswa yang datang membawa semangat perubahan, dan ibu-ibu yang menggandeng anak-anak mereka. Mereka berkumpul bukan hanya untuk mendengar, tapi karena mereka telah muak dengan janji kosong dan penindasan yang tak kunjung usai.