Merasa diperlakukan tidak adil, sebagian orang tua memutuskan menarik berkas pendaftaran anak mereka dan mendaftarkan ke sekolah kejuruan atau sekolah alternatif lainnya. Di Sambaliung, bahkan terdapat kasus di mana berkas dikembalikan tanpa proses verifikasi apapun.
Masalah semakin kompleks ketika sejumlah orang tua mencurigai adanya perlakuan tidak setara. Mereka menilai, proses verifikasi dokumen dilakukan secara tidak konsisten. Beberapa calon siswa yang lolos seleksi diduga menggunakan dokumen domisili yang cacat administratif jika merujuk pada Kartu Keluarga atau data kependudukan resmi.
Perbandingan ini menimbulkan persepsi negatif bahwa seleksi tidak dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Orang tua pun meminta agar Dinas terkait tidak turut campur dalam proses seleksi penerimaan siswa baru di SMA,untuk mencegah konflik kepentingan dan kemungkinan manipulasi dokumen.
Sejumlah orang tua yang merasa menjadi korban menyatakan akan mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah pada kejanggalan proses seleksi. Mereka bahkan berencana melaporkan indikasi penyalahgunaan jalur penerimaan siswa kepada instansi berwenang.
Jika regulasi sistem penerimaan siswa baru mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025, menetapkan empat jalur penerimaan: domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi.
Namun dalam praktiknya, jalur domisili dinilai menjadi sumber ketimpangan dan ketidakpuasan karena pelaksanaannya diduga tidak objektif
Menurut orang tua dampak dari sistem ini telah dirasakan langsung oleh anak-anak. Tak hanya kehilangan hak untuk bersekolah di lingkungan terdekat, mereka juga mengalami tekanan emosional dan psikologis. Banyak orang tua mengaku anaknya kecewa merasa tidak dihargai dan kehilangan motivasi.