Selama di Banyumas, Raja Muda Datu Alam hidup dalam kesederhanaan. Belanda hanya memberi tunjangan kecil, jauh dari pantas bagi seorang bangsawan yang dipaksa meninggalkan tanah airnya. Namun keteguhannya tak pernah padam. Ia tetap menjaga martabatnya sebagai pemimpin dan simbol perlawanan. Setelah masa pengasingan berakhir, ia kembali ke Bulungan dalam usia tua dan wafat tak lama kemudian. Makamnya kini berada di dekat Jembatan Tanjung Selor-Tanjung Palas, menjadi saksi bisu perjuangan yang nyaris terlupakan.
Kisah Raja Muda Datu Alam seharusnya menjadi inspirasi generasi muda Kalimantan Utara. Dalam semangat Hari Pahlawan Nasional, sudah sepatutnya nama beliau dikaji lebih dalam dan diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dari Kalimantan Utara. Beliau bukan hanya simbol perlawanan terhadap kolonial, tetapi juga teladan keberanian, keadilan, dan cinta tanah air yang tak lekang oleh waktu.
Sejarah seperti ini bukan sekadar untuk dikenang, melainkan untuk diteruskan. Semoga semangat perjuangan Raja Muda Datu Alam membakar jiwa generasi bangsa agar tak pernah tunduk pada ketidakadilan, dan terus menjaga kehormatan negeri ini sebagaimana yang beliau ajarkan dengan darah dan keteguhan hatinya. ***
Editor : Teguh S.H












