Jakarta, (LA) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menegaskan pentingnya pendampingan psikososial berkelanjutan bagi perempuan korban bencana di Pulau Sumatra. Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menilai perempuan justru menjadi kelompok yang paling membutuhkan penanganan trauma jangka panjang dibandingkan anak-anak.
Pendampingan Psikososial Tak Boleh Hanya Sesaat
Arifah menjelaskan, trauma akibat bencana tidak dapat dipulihkan hanya dengan kegiatan jangka pendek. Meski di permukaan korban terlihat tegar, dampak psikologis dapat menetap hingga bertahun-tahun kemudian, terutama pada perempuan yang kehilangan rumah dan memikirkan masa depan keluarga.
“Yang justru perlu pendekatan berkelanjutan adalah kaum perempuan, karena dia melihat rumahnya hanyut, kemudian memikirkan bagaimana masa depannya,” ujar Arifah, Jumat (5/12/2025).
Respons Cepat di Lapangan: Konsolidasi Internal dan Trauma Healing
Saat meninjau langsung wilayah terdampak bencana di Pulau Sumatra, Arifah mengapresiasi respons cepat berbagai pihak di lapangan. Menurutnya, sejak awal bencana, sudah dilakukan konsolidasi internal dan pelaksanaan trauma healing bagi korban.
“Mereka secara gerak cepat melakukan konsolidasi internal, dan ketika kami datang ke sana sudah ada proses trauma healing. Kalau kita lihat secara kasat mata, anak-anak tampak tidak trauma karena mereka masih bisa bermain,” kata Arifah.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kondisi anak-anak yang terlihat ceria bukan berarti bebas dari dampak psikologis. “Itu punya kesan mendalam yang akan mereka bawa sampai nanti dewasa,” tambahnya.
Perempuan dan Anak Jadi Kelompok dengan Kebutuhan Spesifik
Kementerian PPPA menyoroti kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak, sebagai penerima perhatian khusus dalam setiap penanganan bencana. Menurut Arifah, kebutuhan mereka berbeda dengan korban lainnya, sehingga pendekatan yang dilakukan pun harus lebih spesifik.














