Opini

Secangkir Kopi: Simbol Kehangatan, Renungan, dan Pahit-Manis Kehidupan

Avatar
221
×

Secangkir Kopi: Simbol Kehangatan, Renungan, dan Pahit-Manis Kehidupan

Sebarkan artikel ini

Secangkir Kopi: Simbol Kehangatan, Renungan, dan Pahit-Manis Kehidupan

Oleh: Teguh S.H

Berau (LA) Dalam gemuruh dunia yang serba cepat, ketika waktu terasa mengejar dan manusia nyaris kehilangan momen untuk berhenti, secangkir kopi hadir sebagai jeda. Ia bukan sekadar minuman. Dalam sastra dan puisi, kopi telah bertransformasi menjadi simbol kehidupan itu sendiri sebuah lambang kehangatan, renungan, dan pahit-manisnya perjalanan batin yang dialami setiap manusia.

Di tangan para penyair dan penulis modern, secangkir kopi menjelma menjadi metafora yang mendalam. Ia bukan lagi hanya tentang aroma dan rasa, tapi tentang kehadiran, tentang kejujuran dalam diam, dan tentang percakapan yang mengalir tenang seperti aliran sungai pagi. Dalam lembar lembar puisi kontemporer, kopi kerap dihidangkan sebagai perantara pertemuan dua hati yang mungkin saling mencintai, saling kehilangan, atau sekadar saling memahami tanpa banyak bicara.

Ada sesuatu yang magis ketika dua insan duduk berhadapan, masing-masing dengan cangkir di tangan, membiarkan aroma kopi menjadi bahasa tanpa kata. Di tengah dunia yang dijejali layar dan notifikasi, kopi menjadi ajakan untuk hadir sepenuhnya, mendengarkan dengan hati, dan berbicara dengan jiwa. Itulah sebabnya, banyak karya sastra menempatkan kopi sebagai pusat dari pertemuan yang jujur pertemuan yang tidak menuntut topeng, hanya kehadiran yang tulus.

Namun, tidak semua kisah tentang kopi melibatkan dua orang. Banyak pula puisi yang menggambarkan secangkir kopi sebagai teman sejati dalam kesendirian. Ketika pagi masih sepi dan dunia belum benar-benar terbangun, secangkir kopi kerap menjadi saksi dari doa-doa diam yang terucap di dalam hati. Ketika senja jatuh perlahan dan seseorang duduk sendiri di beranda, kopi hadir seperti sahabat lama yang tak pernah bertanya, hanya menemani.

Tinggalkan Balasan