NTT, (LA) – Kementerian Luar Negeri RI mengurai kronologi ketegangan di garis batas Indonesia–Timor Leste pada Senin, 25 Agustus 2025. Insiden bermula ketika 24 warga Dusun Nino, Desa Inbate, Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT) bergotong royong membuka lahan tanam jagung di sekitar Patok Provinsi 36.
Di waktu yang hampir bersamaan, tim survei perbatasan Timor Leste—terdiri dari dua pejabat pertanahan dan lima personel polisi perbatasan (UPF) bersenjata—melakukan peninjauan. Meski termasuk dalam kerangka Joint Field Survey Indonesia–Timor Leste, rombongan dari Timor Leste disebut bergerak lebih dulu tanpa pendamping tim survei Indonesia, terang Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, pada Rabu malam, 27 Agustus 2025.
Miskomunikasi Picu Ketegangan
Temuan Tim KBRI Dili di lapangan menunjukkan miskomunikasi antara tim pembangunan patok Timor Leste dan warga Indonesia yang menolak pemasangan patok di wilayah Inbate. Ketegangan di titik itu kemudian memantik insiden.
Respons Diplomatik dan Keamanan
KBRI Dili telah meminta otoritas perbatasan Timor Leste melakukan penyelidikan serta mengusulkan evaluasi bersama agar kejadian serupa tak berulang. Kedua pihak sepakat menunda kegiatan survei di 12 lokasi rawan untuk meredam eskalasi di kawasan perbatasan Indonesia–Oecusse.
Kemlu juga mengimbau warga menjaga kondusivitas dan untuk sementara tidak beraktivitas di sekitar Patok Provinsi 36.
Di tingkat tinggi, Duta Besar RI untuk Dili telah menyampaikan perhatian kepada Wakil Perdana Menteri Timor Leste, Mariano Assanami Sabino. Hasilnya, ada kesepakatan menahan diri dari masing-masing pihak serta mengelola pemberitaan agar tidak dimanfaatkan pihak yang berkepentingan sempit.