“Jangan tunggu korban berjatuhan baru bereaksi. Harus ada langkah nyata untuk mencegah kejadian seperti ini terulang,” ujarnya.
Lebih jauh, Joko mengingatkan bahwa tuntutan pengunduran diri Kapolda oleh mahasiswa menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap institusi Polri secara keseluruhan.
“Ini sinyal kuat dari masyarakat. Jika terus diabaikan tanpa pembenahan total, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian bisa benar-benar runtuh,” tandasnya.
Joko menambahkan,dalam perspektif hukum nasional, unjuk rasa adalah hak konstitusional yang dijamin oleh berbagai regulasi:
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
UU No. 9 Tahun 1998, Pasal 1 ayat (1): “Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak setiap warga negara.”
Pasal 13 UU No. 9/1998: mewajibkan aparat untuk melindungi peserta aksi, bukan menyakiti mereka.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 30: “Setiap orang berhak menyatakan pendapat di muka umum secara damai.”
Jika benar terjadi tindakan penyiraman bensin oleh aparat hingga menyebabkan luka bakar, maka hal ini bisa masuk dalam kategori tindak pidana berat, sebagaimana diatur dalam KUHP:
Pasal 351 ayat (2) KUHP: “Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Pasal 422 KUHP: “Pegawai negeri yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”














