Kampar (LA) – Ratusan tenaga honorer kategori R2 dan R3 kembali menyuarakan aspirasi mereka kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kampar. Dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung pada Senin (21/4/2025), mereka mendesak kejelasan status dan masa depan mereka sebagai tenaga non-ASN yang belum lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
RDP yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Kampar, Toni Hidayat, berlangsung cukup intens dan penuh dinamika. Forum Honorer R2 dan R3 menyoroti nasib 661 tenaga honorer, sebagian besar dari tenaga kesehatan, yang telah mengabdi selama lebih dari lima tahun—bahkan ada yang mencapai lebih dari 15 tahun—namun hingga kini belum mendapatkan kepastian pengangkatan.
Ketua Forum Honorer R2 dan R3, Joko Susilo, mengungkapkan bahwa seluruh anggota forum telah tercatat dalam pangkalan data nasional, tetapi tetap gagal dalam proses seleksi PPPK. “Kami telah lama mengabdi dengan loyalitas tinggi. Kami meminta pemerintah daerah, khususnya Bapak Bupati Kampar, untuk memperjuangkan nasib kami agar dapat diangkat tanpa diskriminasi atau skala prioritas tertentu,” ujar Joko usai rapat.
R2 dan R3 sendiri merupakan klasifikasi tenaga honorer. R2 merujuk pada eks Tenaga Honorer Kategori II (THK-II), sementara R3 merupakan tenaga non-ASN yang telah terdata resmi dalam sistem milik Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi II DPRD Kampar, Toni Hidayat, menegaskan bahwa pihaknya telah menerima aspirasi tidak hanya dari R2 dan R3, tetapi juga dari kelompok guru dalam Ruang Talenta Guru (RTG). “Kami memahami keluhan mereka, dan permasalahan ini memang kompleks, terutama menyangkut regulasi dan optimalisasi hasil seleksi tahap II PPPK oleh BKN dan KemenPAN-RB,” jelas Toni.
Sebagai solusi awal, Toni meminta Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kampar untuk menjembatani komunikasi antara para honorer dengan BKN Wilayah Regional 9 (mencakup Riau, Kepri, dan Sumbar). Tujuannya agar para tenaga honorer mendapatkan jawaban langsung dari otoritas kepegawaian terkait.
Toni juga menegaskan agar Pemkab Kampar tidak mengambil kebijakan merumahkan para honorer, terutama tenaga guru, karena hal tersebut dapat mengganggu keberlangsungan proses belajar mengajar di sekolah-sekolah. “Kita tidak ingin ada sekolah yang tutup hanya karena kekurangan guru akibat mereka dirumahkan,” pungkasnya.
Isu ini menjadi sorotan karena menyangkut nasib ratusan tenaga honorer yang telah mengabdi puluhan tahun namun terancam kehilangan pekerjaan di tengah proses reformasi birokrasi dan seleksi ASN yang semakin ketat. (ADV)