ROKAN HULU, (LA) – Proyek pembangunan Gedung DPRD Rokan Hulu (Rohul) Tahap II yang menelan anggaran sekitar Rp37,1 miliar menjadi fokus perhatian publik karena dugaan kuat adanya praktik penggelembungan anggaran (mark-up). Kondisi ini diperparah oleh sikap Ketua DPRD Rohul, Hj. Sumartini, yang dinilai membiarkan dugaan pelanggaran dan bahkan dilaporkan memblokir nomor kontak sejumlah wartawan yang hendak meminta konfirmasi (01/11/2025).
Aliansi Gerakan Mahasiswa Pemantau Riau (GEMMPAR) Riau, diwakili oleh Ketua Umumnya, Erlangga, S.H., mengumumkan bahwa kasus ini telah mereka laporkan ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) sejak 19 Maret 2025, dengan tembusan laporan juga disampaikan ke Mabes Polri.
“Proyek yang seharusnya menjadi strategis daerah ini, kami duga kuat telah menjadi ajang mark-up anggaran. Kami sangat kecewa atas sikap Ketua DPRD yang memilih diam, yang menciptakan kesan pembiaran terhadap pelanggaran aturan,” ungkap Erlangga kepada media.
Dugaan kejanggalan semakin terkuak, terutama terkait perpanjangan waktu pengerjaan. Sebelumnya, pada April 2025, Bupati Rohul Anton, S.T., M.M., bersama Ketua DPRD diketahui mengunjungi lokasi proyek. Saat itu, mereka menyatakan akan memberikan tambahan waktu pengerjaan 100 hari disertai pemberlakuan denda.
Pernyataan tersebut bahkan terdokumentasi dalam video yang diunggah di akun resmi Bupati.
Namun, sejak 19 Maret 2025 hingga saat ini, masyarakat Rokan Hulu dan Riau belum mendapat kejelasan mengenai beberapa hal mendasar, yaitu: besaran denda, pihak yang harus membayar, hingga dasar hukum perpanjangan kontrak.
Erlangga menilai langkah perpanjangan kontrak ini bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Tahun 2022. Regulasi tersebut menyatakan bahwa kontrak seharusnya diputus jika terjadi keterlambatan dan melarang adanya denda ganda. Perlu dicatat, proyek yang dikerjakan oleh PT. Melayu Riau ini belum rampung 100%, dan kontraktor pelaksananya berinisial JK yang diketahui juga anggota DPRD Rohul tidak dapat dihubungi.
Erlangga, S.H., mewakili GEMMPAR Riau, mendesak Bupati dan Ketua DPRD Rohul agar segera memanggil Dinas PUPR dan kontraktor proyek untuk memberikan penjelasan terbuka mengenai mekanisme dan jumlah denda, alasan keterlambatan, serta potensi penambahan anggaran.
Sebelumnya, Aliansi GEMMPAR Riau telah melayangkan sembilan pertanyaan mendasar kepada Pemkab Rohul yang menuntut jawaban transparan, mencakup:
1. Sejak kapan denda mulai dihitung.
2. Berapa nominal denda yang diterapkan dan besarannya per hari.
3. Apakah denda telah masuk dalam jaminan pelaksanaan.
4. Apa saja kendala yang menghambat penyelesaian proyek.
5. Apakah DPRD Rohul pernah memanggil kontraktor dan Dinas PUPR.
6. Apakah denda berlaku sejak perpanjangan kontrak tahun sebelumnya atau batas waktu awal.
7. Kepada siapa denda tersebut diberlakukan.
8. Apakah ada penambahan anggaran pembangunan tahap II.
Ketua Umum GEMMPAR Riau, Erlangga, S.H., menegaskan Aliansi GEMMPAR akan terus mendesak Kejaksaan Agung RI untuk mengusut tuntas kasus ini, memanggil seluruh pihak terkait, termasuk Direktur Utama PT. Melayu Riau, dan kontraktor pelaksana. (**)














