Hukrim

Aksi Bullying di SD Seberida Inhu Tewaskan Satu Nyawa, LPKKI Minta Polres Inhu Jerat Kepala Sekolah

Literasi
8
×

Aksi Bullying di SD Seberida Inhu Tewaskan Satu Nyawa, LPKKI Minta Polres Inhu Jerat Kepala Sekolah

Sebarkan artikel ini
Aksi Bullying SD

Pekanbaru (LA) – Riau kini dihebohkan dengan dugaan kasus Aksi Bullying yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kecamatan Seberida Kabupaten Inhu – Riau hingga memakan korban jiwa. Tragedi ini menjadi sejarah kelam dan sekaligus catatan buruk bagi pendidikan di Riau. Hingga menyulut amarah dari Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Keadilan di Indonesia (LPKKI) Dalam hal ini disampaikan oleh Feri Sibarani, S.H., M.H yang tegas mengecam seluruh tenaga pendidik disekolah tersebut hingga kepada jajaran pejabat-pejabat tinggi Dinas Pendidikan, bahkan meminta pertanggungjawaban kepada Gubernur Riau. karena menurutnya seharusnya sekolah adalah tempat paling aman bagi anak-anak yang diawasi oleh seluruh tenaga pendidik, bukan justru menjadi tempat merenggut nyawa. 31/05/2025.

“Seluruh rakyat Indonesia, termasuk Presiden RI dan Wakil Presiden RI, Prabowo-Gibran serta menteri pendidikan harus malu dan sekaligus harus segera bertindak dan melakukan sesuatu yang tidak sekedar hanya menyelesaikan masalah. Perlu ada rekonsiliasi berfikir dalam berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia dengan melibatkan semua stekholder agar peristiwa yang sama tidak terjadi ditempat lain, karena ini adalah kejahatan murni (kriminal) di lingkungan sekolah yang pastinya ada unsur kelalaian para pemimpin di wilayah tersebut, terutama kepala Sekolah dan Guru kelas” Sebut Ketua Lemabaga Pemanatau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI), Feri Sibarani, SH, MH.

Feri Sibarani, melalui lembaganya meminta dengan sangat kepada Kapolres Inhu, Fahrian Saleh Siregar, bahkan Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heriyawan, untuk tidak menutupi kasus kejahatan anak ini atau menyederhanakan kasus ini dengan dalil atau diplomasi apapun. Termasuk soal dalil isu sensitif dan lain-lain.

“Ingat Kapolres, dan Kapolda, serta Bupati Inhu, Kepala Dinas Pendidikan Inhu, dan terutama Kepala Sekolah SD yang bersangkutan, Sutarno, kami mendengar ini soal Rasis, karena Agama dan Suku. Ini benar-benar melanggar HAM dan menghancurkan nilai-nilai Ideologi Pancasila serta Konstitusi Negara. Inilah akibat, disekolah jaman sekarang anak tidak lagi di ajarin ideologi pancasila, makna sembohyan bhinneka tunggal ika dan bagaimana saling menghargai sesama manusia dan toleransi” Lanjut Feri.

Menurutnya, para pemimpin dunia pendidikan, baik sekelas Menteri, Kepala Dinas, terutama Kepala sekolah sudah tidak berkomitmen untuk mengajarkan nilai-nilai toleransi dan menghargai perbedaan ras diantara peserta didik. Dikatakan Feri Sibarani, peristiwa kematian yang dialami oleh salah satu putra bangsa, (KB) umur 8 tahun kelas 2 SD di Kecamatan Seberida Inhu adalah dampak praktik sinisme yang justeru kerap di pertontonkan oleh anak-anak pelajar jaman sekarang, karena tergerus oleh ajaran-ajaran yang mengedepankan kompetisi dan persaingan diantara anak-anak pelajar.

“Jadi pendekatan cara berfikir kami atas persitiwa yang mengenaskan ini adalah, bullying dan tindakan penganiayaan itu adalah buah, akibat dari pola didik di sekolah kita hari ini sudah tidak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Bagaimana bersikap sesuai konsep Pancasila, UUD 1945, menghargai perbedaan latar belakang apapun, termasuk agama dan suku, dengan tenggang rasa yang tinggi disetiap waktu dan tempat. Inilah yang tidak ada lagi didalam diri para peserta didik Indonesia, terutama di SD Seberida, tempat KB bersekolah” Jelasnya.

Oleh karenanya, menurut Feri Sibarani, terkait peristiwa bullying dan dugaan penganiayaan berat yang dilakukan oleh kakak kelas KB, antara lain, masing-masing berinisial HM (12), RK (13), MJ (11), DR (11), dan NN (13) harus berurusan langsung dengan hukum. Bahkan analisisnya, bukan hanya para pelaku, tetapi termasuk Bupati, Kepala Dinas dan Kepala sekolah dan guru korban. Karena menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang, jaminan pendidikan itu dilaksanakan oleh pemerintah, melalui kepala Dinas, dan dilanjutkan oleh Kepala Sekolah.

“UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 menyatakan peserta didik berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Selain itu ada UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pada pasal 9 dan pasal 54 menegaskan bahwa anak berhak mendapat perlindungan dari kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Kemudian ada Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan” Bebernya.

Menurutnya, kasus bullying dan penganiayaan KB ini harus disikapi serius oleh Kapolda Riau, cq Kapolres Inhu. Penerapan hukum dapat menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), UU No 11 Tahun 2012. Kemudian Tindak Pidana oleh Anak. Anak yang melakukan bullying dan penganiayaan hingga menyebabkan kematian dapat dikenakan pasal-pasal pidana sesuai KUHP, seperti pasal 351 ayat (3) KUHP, Penganiayaan yang mengakibatkan kematian, ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara. Jika dilakukan secara bersama-sama (kooperatif bullying), bisa juga dikenakan pasal 170 KUHP.

“Hukuman maksimal bisa sampai 12 tahun penjara. Namun, karena pelaku adalah anak, maka penerapannya berbeda. Pengaturan khusus dalam UU SPPA mengatur batas usia anak yang dapat diproses secara hukum adalah yang berumur 12 tahun hingga belum 18 tahun. Diversi dan keadilan restoratif dalam UU SPPA, diversi (pengalihan penyelesaian perkara pidana ke luar peradilan) harus diutamakan, kecuali jika tindak pidana yang dilakukan diancam pidana lebih dari 7 tahun dan bukan tindak pidana ringan. Penganiayaan yang menyebabkan kematian tergolong tindak pidana berat, sehingga diversi bisa tidak dilakukan, dan proses hukum tetap berjalan. Inilah yang di alami oleh korban KB usia 8 tahun kelas 2 SD Seberida Kabupaten Inhu Riau” Jelas Feri Sibarani.

Sementara menurutnya, tanggung Jawab kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah, tidak bisa luput. Katanya, kepala sekolah SD di Seberida, Sutarno, bertanggung jawab penuh atas terciptanya lingkungan sekolah yang aman dan nyaman.

“Tanggung jawab utama kepala sekolah mencakup pengawasan dan perlindungan siswa. Kepala sekolah wajib memastikan bahwa semua siswa berada dalam lingkungan yang aman dari segala bentuk kekerasan, termasuk penganiayaan. Menjamin penerapan aturan anti-kekerasan. Kepala sekolah harus memastikan bahwa aturan dan tata tertib sekolah melarang dan menindak tegas tindakan kekerasan. Bahkan Kepala sekolah harus menangani insiden secara cepat dan tepat. Harusnya segera menghentikan tindakan kekerasan dengan melaporkan kejadian kepada pihak berwenang (Dinas Pendidikan, dan Kepolisian” Kata Feri.

Selanjutnya menurutnya, tanggung jawab guru juga tak kalah penting. Guru disebutnya bertanggung jawab langsung atas keselamatan dan perkembangan siswa selama di sekolah. Yaitu, mengawasi dan menjaga siswa. Guru wajib mengawasi siswa selama proses pembelajaran, istirahat, dan kegiatan sekolah lainnya.

“Harus mampu mendeteksi potensi kekerasan. Guru garda terdepan soal keselamatan anak di sekolah. harus peka terhadap tanda-tanda adanya kekerasan dan segera mengambil tindakan preventif. Guru wajib melaporkan jika mengetahui ada bullying dan penganiayaan. Guru wajib melaporkan ke Kepala Sekolah untuk selanjutnya kepada kepolisian jika ada indikasi kekerasan, agar hal yang lebih buruk tidak terjadi lagi” Pungkasnya.

Menutup pernyataannya, Feri Sibarani, meminta dengan sangat kepada Gubernur Riau, Abdul Wahid, Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heriyawan, Bupati Inhu, Agus Ade Hartanto, Kepala Dinas Pendidikan Inhu, Kamaruzaman, Kapolres Inhu, AKBP Fahrian Saleh Siregar, agar segera memproses hukum semua yang terlibat, secara langsung maupun tidak langsung atas hilangnya nyawa anak peserta didik SD Seberida Kabupaten Inhu Riau.

“Perkara pokoknya bisa menggunakan pasal 351 ayat (3) Junto 170 dan pasal 55 KUHP. Karena sebelumnya, terdengar informasi, bahwa Guru kelas korban, Febri, telah memberitahu kepada Kepala Sekolah, Sutarno, namun pihak sekolah tidak segera melaporkan hal itu kepada pihak Kepolisian. Artinya, kematian KB (peserta didik kelas 2 SD Seberida) dapat diduga kuat karena kelalaian Kepala Sekolah SD di Kecamatan Seberida tempat korban bersekolah” Tutupnya.

Sumber: Konferensi Pers LP-KKI

Tinggalkan Balasan