Jakarta, (LA) – Kasus pemalsuan dokumen pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang kini memasuki babak baru. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pemalsuan dokumen tersebut diduga menjadi pintu masuk bagi tindak pidana lainnya, termasuk suap dan gratifikasi.
“Pemalsuan dokumen hanyalah awal dari dugaan kejahatan lain yang lebih kompleks. Untuk mengusut dugaan suap atau gratifikasi, diperlukan keterangan saksi yang kuat,” ujar Harli di Jakarta, Minggu (16/2/2025).
Bareskrim Polri Ambil Alih Penyidikan
Harli menyatakan bahwa Kejaksaan Agung tidak lagi menangani perkara terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut tersebut. Saat ini, kasus tersebut telah sepenuhnya dilimpahkan ke Bareskrim Polri.
“Polri sudah masuk tahap penyidikan, sehingga kami mundur dan menyerahkan sepenuhnya kepada Kepolisian,” tambahnya.
Keputusan ini diambil berdasarkan nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyatakan bahwa jika satu lembaga telah menangani suatu perkara, maka lembaga lain tidak perlu ikut campur.
baca juga Kajian Pagar Laut Tangerang: Menjaga Amanat Pasal 33 UUD 1945 untuk Kemakmuran Rakyat
Dugaan Suap dan Gratifikasi Masih Diselidiki
Dalam penyidikan yang berlangsung, fokus utama Polri saat ini adalah membuktikan apakah pemalsuan dokumen SHGB dan SHM dilakukan sebagai bagian dari skema suap atau gratifikasi.
“Jika ada pemalsuan, pertanyaannya adalah apa motifnya? Apakah ini dilakukan karena ada unsur suap atau gratifikasi? Itu yang sedang didalami oleh Polri,” terang Harli.
Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada bukti kuat yang mengarah pada tindak pidana suap atau gratifikasi. Harli menegaskan bahwa unsur suap atau gratifikasi baru bisa dibuktikan jika ada keterangan bahwa seseorang menerima atau memberi hadiah dengan motif tertentu yang didukung oleh bukti lainnya.